Mengapa Bahan Bakar Bioetanol Menjadi Prioritas?

Indonesia kini semakin serius mengembangkan bahan bakar bioetanol sebagai bagian dari strategi besar menuju kemandirian energi dan transisi ke energi bersih. Dalam beberapa minggu terakhir, topik ini ramai dibahas setelah pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengumumkan rencana penerapan BBM campuran etanol 10 persen (E10) secara mandatori mulai tahun 2027. 

Kebijakan ini dinilai sebagai langkah nyata untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil, sekaligus meningkatkan pemanfaatan sumber daya domestik seperti tebu, singkong, dan jagung.


Latar belakang: mengapa etanol jadi prioritas?

Etanol bukan menjadi kebijakan tanpa alasan. Hal yang melatarbelakanginya adalah:

Ketahanan energi dan pengurangan impor BBM

Indonesia ingin mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar cair dan memanfaatkan sumber daya domestik (tebu, singkong, jagung, dsb.) untuk mengisi kebutuhan bahan bakar. Langkah ini juga bagian dari upaya transisi energi dan pengurangan emisi sektor transportasi. 

Pemerintah melihat potensi besar dari bioetanol Indonesia karena bahan bakunya melimpah dan mudah diperbarui. Selain tebu dan molases, tanaman seperti singkong dan jagung juga bisa menjadi sumber etanol yang efisien. Pengembangan industri ini diharapkan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan petani, serta memperkuat ekonomi daerah penghasil bahan baku. Sejumlah pihak seperti Toyota Indonesia bahkan telah menyatakan minat untuk membangun pabrik bioetanol di dalam negeri. 

Untuk mendukung rencana tersebut, pemerintah menyiapkan kebijakan pendukung. Salah satunya adalah penyediaan lahan seluas sekitar satu juta hektare di beberapa provinsi untuk produksi bahan baku etanol. Selain itu, Kementerian ESDM bersama Kementerian Keuangan sedang membahas skema insentif fiskal bagi produsen bioetanol agar kapasitas produksi dapat ditingkatkan tanpa menaikkan harga komoditas pokok seperti gula.

Dorongan ekonomi pertanian lokal

Produksi etanol berbasis bahan lokal (tebu, singkong/ubi, jagung) dipandang sebagai kesempatan meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian, membuka lapangan kerja, dan menggerakkan perekonomian daerah. Pemerintah menyebut etanol dari singkong dan jagung sebagai salah satu strategi pengembangan. 

Kebun tebu (pixabay/joaolimafotografias)

Pengalaman global

Negara seperti Brasil punya pengalaman panjang dengan bensin bercampur etanol; Indonesia ingin belajar dari pengalaman tersebut dalam hal pasokan, standar, dan industri pendukung.

Untuk menerapkan E10 secara nasional pemerintah memperkirakan kebutuhan etanol sekitar 1,4 juta kiloliter per tahun. Data industri menunjukkan kapasitas terpasang pada 2024 cukup besar (sekitar 303.325 kL/tahun), namun output riil masih di bawahnya (sekitar 160.946 kL), dan masih ada impor kecil — menunjukkan perlunya perluasan fasilitas produksi dan peningkatan utilisasi pabrik. 


Tantangan dan isu yang harus diatasi

Ketersediaan pasokan vs kebutuhan besar

Indonesia baru bisa memproduksi sekitar 10–12% dari etanol yang dibutuhkan untuk program BBM campuran E10 nasional. Jadi, perlu investasi besar agar kapasitas produksi meningkat dan pasokan bisa mandiri tanpa impor. Kapasitas produksi etanol dalam negeri masih jauh di bawah kebutuhan nasional. Data terakhir menunjukkan produksi aktual baru mencapai sekitar setengah dari kapasitas terpasang, sehingga perlu adanya investasi baru untuk menutup kesenjangan tersebut. Kesenjangan antara kapasitas terpasang dan produksi aktual harus ditutup dengan investasi pabrik, optimalisasi, dan jaminan bahan baku.

Ketahanan pangan dan lingkungan

Isu ketahanan pangan dan lingkungan menjadi perhatian serius. Pemerintah berupaya memastikan bahwa peningkatan permintaan etanol tidak mengganggu pasokan pangan atau memicu deforestasi, seperti yang sempat terjadi di beberapa negara lain. 



Dampak pada produksi pangan & harga komoditas

Perlu pengelolaan agar peningkatan demand etanol tidak mengganggu pasokan gula atau makanan pokok; pemerintah menyatakan akan mengatur supaya kebijakan ini tidak mengganggu produksi gula. 

Teknis kendaraan & infrastruktur

Kesiapan teknis kendaraan dan infrastruktur distribusi BBM etanol juga harus menjadi prioritas. Tidak semua kendaraan dirancang untuk campuran etanol tinggi, sehingga dibutuhkan standar teknis baru, uji kompatibilitas, dan penyesuaian sistem distribusi di SPBU. Pertamina dan BUMN energi lain mulai menyiapkan fasilitas blending serta varian BBM seperti Pertamax Green yang sudah mengandung etanol sekitar 5%.
Perlu standar kualitas bahan bakar, kesiapan fasilitas blending dan distribusi, serta sosialisasi untuk sektor transportasi (berapa persen campuran yang aman bagi kendaraan lama vs kendaraan modern). Studi kompatibilitas kendaraan dan uji jalan diperlukan.

Regulasi & insentif

Perpres/aturan turunan (contohnya Perpres 40/2023 yang disebut sebagai acuan) harus ditunjang kebijakan fiskal, tata niaga, dan skema insentif agar produsen berani ekspansi. 


Dampak yang dapat diharapkan

  • Pengurangan impor BBM dan peningkatan kedaulatan energi.
  • Manfaat lingkungan: penurunan emisi CO₂ sektor transportasi bila implementasi diiringi standar kualitas dan penggunaan feedstock yang berkelanjutan. 
  • Peningkatan pendapatan petani bila rantai pasok bahan baku dikembangkan dengan adil. 


Bioetanol menuju transisi energi?

Peluang yang terbuka juga sangat besar. Pengembangan bioetanol tebu dan singkong dapat menjadi solusi ganda: memperkuat ekonomi pedesaan sekaligus membantu penurunan emisi karbon di sektor transportasi. Pemerintah menargetkan pemanfaatan bioetanol ini sebagai bagian dari peta jalan transisi energi nasional menuju net zero emission 2060. Jika implementasi berjalan sesuai rencana, Indonesia tidak hanya akan menghemat impor BBM, tetapi juga menempuh langkah penting menuju kemandirian energi hijau.

Secara keseluruhan, penerapan bahan bakar etanol di Indonesia menandai babak baru dalam perjalanan energi nasional. Namun, kesuksesan program ini akan bergantung pada koordinasi lintas sektor — mulai dari regulasi yang konsisten, kesiapan industri, hingga dukungan masyarakat. Dengan kolaborasi yang tepat, bioetanol dapat menjadi jembatan antara pertanian dan energi, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih berdaulat, hijau, dan berkelanjutan.

Rencana pemerintah untuk menjadikan E10 mandatori pada 2027 menandai langkah besar menuju ketahanan energi dan transisi hijau. Namun agar sukses diperlukan sinergi kebijakan (regulasi & insentif), investasi kapasitas produksi etanol, perlindungan terhadap ketahanan pangan, kesiapan infrastruktur pemrosesan dan distribusi, serta komunikasi kepada publik dan industri otomotif. Jika semua aspek ini berjalan, potensi manfaat ekonomi, lingkungan, dan ketahanan energi cukup signifikan — tetapi risikonya nyata bila suplai dan regulasi gagal terkoordinasi.




Referensi:

https://www.reuters.com/business/energy/indonesia-introduce-mandatory-bioethanol-blended-gasoline-2027-minister-says-2025-10-24/
https://www.idnfinancials.com/id/news/58245/toyota-indonesia-akan-bangun-pabrik-bioetanol-di-indonesia
https://jatim.antaranews.com/berita/994841/indonesia-eyes-1-million-hectares-for-ethanol-blend-fuel-policy
https://portal.katingankab.go.id/berita/read/etanol-dari-singkong-dan-jagung-strategi-baru-pemerintah-dongkrak-ekonomi-petani-lokal
https://apnews.com/article/fafbc84bba685d05acd75f78db68da63
https://www.cnbcindonesia.com/news/20251030134843-4-680720/rencana-bbm-dicampur-etanol-10-dipastikan-tak-ganggu-produksi-gula
https://ft.untar.ac.id/2025/10/31/campur-etanol-ke-bensin-begini-rencana-e10-pertamina-dan-dampaknya-ke-kendaraan-kita/
https://finance.detik.com/energi/d-8187224/langkah-strategis-indonesia-perkuat-ketahanan-energi-lewat-etanol?utm_source=chatgpt.com

Tim Penulis Retroline Corner dikelola oleh penulis dan pendidik yang menyukai dunia otomotif Tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »